Penderita kanker payudara atau mantan penderita mungkin sedikit mengeluhkan dirinya atas kondisi ahir setelah sembuh dari penyakit penyakit tersebut. Adapun diantara penderita yang merasa khawatir kalau harus kehilangan payudaranya saat oprasi. Nah, disini saya akan menceritakan bagaimana cara mengembalikan Keindahan Payudara dan cerita-cerita lain atau kemungkinan lain. Untuk lebih memperjelas apa yang saya maksudkan barusan, baca saja selengkapnya dibawah ini.
Para penderita kanker payudara kini tidak perlu khawatir akan kehilangan payudara di meja operasi. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi bedah, meja operasi juga menawarkan sejumlah pilihan untuk merekonstruksi payudara.
Saat ini, kanker payudara merupakan salah satu momok bagi perempuan. Bersama kanker mulut rahim, kanker payudara menjadi penyebab kematian perempuan terbesar di Indonesia. Selain bisa mematikan, kanker payudara juga mendatangkan dilema lain bagi perempuan.
Begitu seorang perempuan didiagnosis terkena kanker payudara, ia seperti tidak memiliki pilihan selain menjalani operasi pengangkatan kanker. Artinya, ia akan kehilangan payudara atau minimal bentuk payudaranya berubah.
Dokter spesialis bedah onkologi dari Rumah Sakit Siloam Jakarta, Samuel J Haryono, menyatakan, anggapan semacam itu tidak sepenuhnya benar. Pada beberapa kasus, penderita kanker payudara bisa menjalani operasi tanpa harus kehilangan payudara, terutama pada penderita kanker stadium awal.
Menurut Samuel, ketika ukuran tumor ganas belum mencapai 3 sentimeter, pasien bisa menjalani breast conservation therapy (BCT). Yakni, pembedahan untuk mengangkat jaringan kanker dan kelenjar getah bening dengan mempertahankan payudara, puting, dan areola (area kecoklatan di seputar puting payudara).
Deteksi dini memegang peran penting bagi pasien. ”Banyak pasien beranggapan payudara harus diangkat semua agar kanker tidak menyebar. Anggapan tersebut membuat pasien takut operasi. Padahal, jika terdeteksi awal, tumor bisa diangkat tanpa mengangkat seluruh jaringan payudara,” kata Samuel, akhir Juni lalu.
Bagi penderita yang terlambat menyadari pertumbuhan sel kanker pada payudara, pilihannya menjadi terbatas. Salah satunya, menjalani operasi pengangkatan payudara (mastektomi), yakni pembedahan untuk mengangkat tumor serta seluruh jaringan payudara, puting, dan areola.
Pascaoperasi, mereka bisa menjalani rekonstruksi payudara untuk membentuk kembali payudara. Ini dilakukan untuk mengembalikan rasa percaya diri pasien.
Rekonstruksi
Rekonstruksi payudara merupakan prosedur kompleks yang harus dilakukan oleh ahli bedah. Hal ini dapat dilakukan setelah operasi, di mana pasien masih berada di bawah pengaruh obat anestesi. Namun, tak sedikit pasien yang menunda rekonstruksi untuk memulihkan kondisi fisik dan emosional mereka.
Sebelum menjalani operasi rekonstruksi, demikian Samuel, pasien sebaiknya memahami prosedur operasi. Informasi mengenai biaya, risiko, serta pemulihan dan perawatan lanjutan pascaoperasi rekonstruksi payudara sebaiknya ditanyakan secara detail kepada dokter yang menangani.
Menurut Samuel, prosedur rekonstruksi dipilih berdasarkan kondisi pasien. Jika belum sampai stadium lanjut, dokter bisa melakukan skin sparing mastectomy. Dalam hal ini, dokter bedah mempertahankan kulit payudara pasien sehingga rekonstruksi segera dilakukan seusai pengangkatan kanker. Ada pula prosedur nipple sparing mastectomy, pengangkatan jaringan payudara dengan mempertahankan area puting dan areola.
Samuel memaparkan, rekonstruksi dilakukan dengan ”menambal” bagian yang berongga dengan mengambil jaringan otot dan lemak dari bagian tubuh pasien. Biasanya, jaringan diambil dari dinding perut atau punggung.
Jika seluruh jaringan payudara terpaksa diangkat, kulit dari bagian perut bisa digunakan sebagai kulit payudara. Jaringan tersebut juga bisa digunakan untuk membentuk puting susu dan areola.
Penggunaan jaringan lemak dan otot dari tubuh pasien dinilai lebih praktis. ”Pasien juga merasa lebih enak karena menggunakan bagian tubuhnya sendiri,” ujar Samuel.
Namun, kalau rongga bekas tumor terlalu besar, dan pasien tidak memiliki bagian tubuh yang bisa digunakan, ia bisa menggunakan implan payudara. Implan yang berisi silikon ataupun cairan fisiologi, misalnya natrium klorida (NaCl), bisa digunakan untuk merekonstruksi payudara.
Pada penggunaan NaCl, tubuh akan bereaksi minimal sehingga relatif lebih aman. Adapun silikon dipilih karena sifatnya yang elastis, menyerupai payudara manusia. Penempatan silikon harus sangat cermat agar tidak menimbulkan reaksi yang membahayakan bagi tubuh.
Selain prosedur tersebut, teknologi rekonstruksi payudara terus berkembang. Salah satu yang terbaru adalah mengembangkan sel punca yang membentuk jaringan payudara. Dengan cara ini, pasien mendapatkan kembali payudara secara alami. Sayangnya, prosedur baru tersebut belum dilakukan di Indonesia. Oleh: Idha Saraswati.