Minggu

Ciloko! Telpon Ngesek Bisa Tembus di Komunikasi Pesawat

 Lantaran saking banyaknya gangguan, wilayah penerbangan Indonesia memiliki julukan 'neraka' bagi para pilot khususnya pilot asing atau mancanegara.

"Kita (pilot) sering sekali dapat blank spot, jadi terkadang di Indonesia terkenal, pilot-pilot asing atau pesawat asing (luar negeri) kalau memasuki wilayah penerbangan Indonesia, bilang 'kita sudah masuk ke neraka'," kata pilot senior Garuda Indonesia, Jeffrey Adriani dalam diskusi bertajuk Tragedi Penerbangan Lagi di Jakarta, Sabtu (12/5/2012).

Jeffrey menceritakan pengalamannya di udara, yaitu banyaknya frekuensi stasiun radio dan operator komunikasi telepon genggam yang bocor dan masuk dalam frekuensi penerbangan.

"Satu hal yang menganggu kita , yaitu frekuensi radio dan frekuensi operator telepon CDMA dan GSM. Seperti ketika kita terbang ada lagu dangdut, sandiwara, lagu jazz, pembicaraan antara orang perorang, bahkan sex phone. Mereka tidak memberikan stasiun relay yang banyak tapi malah memperkuat signal frekuensi radio sehingga bocor dan masuk ke pesawat, itu sangat menganggu," bebernya.

Hal itu, kata Jeffrey, mengakibatkan komunikasi dengan pihak ATC di bandara menjadi terhambat. Pilot harus ekstra berkonsentrasi untuk mendengarkan petunjuk dan perintah dari menara pengontrol lalu lintas penerbangan di bandara.

Belum lagi katanya, frekuensi dari ATC itu sendiri yang jumlahnya banyak. "ATC pada umumnya hanya memilik tiga frekuensi untuk back-up, sementara di Indonesia itu ada 5 sampai 6 frekuensi untuk berpindah-pindah," ujar Jeffrey.

Sedangkan untuk penggunaan alat komunikasi atau benda elektronik lainnya yang dilarang di atas pesawat khususnya ketika pesawat hendak tinggal landas maupun mendarat, menurut Jeffrey sebenarnya hal itu tak terlalu menganggu teknis kerja pilot. Namun demikian katanya, sebaiknya memang alat-alat tersebut dimatikan sesuai dengan aturan penerbangan secara internasional.

Pengamat Penerbangan, Samudra Sukardi juga setuju penggunaan alat itu di dalam pesawat sebenarnya tak menggangu sistem navigasi. "Sebenarnya secara teknis sedikit sekali efeknya kalau kita menggunakan sistem komunikasi itu, karena frekuensinya berbeda, tidak akan terjadi apa-apa, tidak akan ada intervensi apapun," jelasnya.

Namun demikian hal itu menjadi larangan internasional dan sebaiknya ditaati oleh seluruh pemakai jasa penerbangan. "Karena secara keamanan dikhawatirkan ada frekuensi yang dibuat sama dengan yang ada di kokpit dan itu akan mengacau," katanya.